Minggu, 12 Februari 2012

askep pada anak labioplatoskizis

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  LATAR BELAKANG
Pada dasarnya kelainan bawaan dapat terjadi pada mulut, yang biasa disebut labiopalatoskisis. Kelainan ini diduga terjadi akibat infeksi virus yang diderita ibu pada kehamilan trimester 1. jika hanya terjadi sumbing pada bibir, bayi tidak akan mengalami banyak gangguan karena masih dapat diberi minum dengan dot biasa. Bayi dapat mengisap dot dengan baik asal dotnya diletakan dibagian bibir yang tidak sumbing.
Kelainan bibir ini dapat segera diperbaiki dengan pembedahan. Bila sumbing mencakup pula palatum mole atau palatum durum, bayi akan mengalami kesukaran minum, walaupun bayi dapat menghisap naun bahaya terdesak mengancam. Bayi dengan kelainan bawaan ini akan mengalami gangguan pertumbuhan karena sering menderita infeksi saluran pernafasan akibat aspirasi.keadaan umu yang kurang baik juga akan menunda tindakan untuk meperbaiki kelainan tersebut.
1.2  TUJUAN
1.      Untuk mengetahui defenisi dari labiolatoskizis
2.      Mengetahui etiologi dari labiolatoskizis
3.      Mengetahui tanda dan gejala labiolatoskizis
4.      Mengetahui komplikasi dari labiolatoskizis
5.      Mengetahui penatalaksanaan labiolatoskizis
6.      Mengetahui asuhan keperawatan pada labiolatoskizis





BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 DEFENISI
            Labio/plato skisis adalah merupakan kongenital anomali yang berupa adanya kelainan bentuk pada struktur wajah.
Palatoskisi adalah adanya celah pada garistengah palato yang disebabkan oleh kegagalan penyatuan susunan palato pada masakehamilan 7-12 minggu.
 Labio Palato skisis merupakan suatu kelainan yang dapat terjadi pada daerahmulut, palato skisis (subbing palatum) dan labio skisis (sumbing tulang) untuk menyatu selama perkembangan embrio (Hidayat,Aziz, 2005:21)Palatos kisis adalah fissura garis tengah pada polatum yang terjadi karenakegagalan dua sisi untuk menyatu karena perkembangan embriotik (wong,Dona L. 2003).

2.2 ETIOLOGI
·         Faktor herediter
Sebagai faktor yang sudah dipastikan. Gilarsi : 75% dari faktor keturunan resesif dan 25% bersifat dominan.
1.Mutasi gen.
2.Kelainan kromosom.
·         Faktor lingkungan
1.Faktor usia ibu
2.Obat-obatan. Asetosal, Aspirin (SCHARDEIN-1985) Rifampisin, Fenasetin, Sulfonamid, Aminoglikosid, Indometasin, Asam Flufetamat, Ibuprofen, Penisilamin, Antihistamin dapat menyebabkan celah langit-langit. Antineoplastik, Kortikosteroid
3.Nutrisi
4.Penyakit infeksi Sifilis, virus rubella
5.Radiasi

2.3 ANATOMI
a. Mulut (oris)
Mulut merupakan jalan masuk menuju system pencernaan dan berisis organ aksesori yang bersifat dalam proses awal pencernaan.
• Secara umum terdiri dari 2 bagian yaitu :
1. Bagian luar (vestibula) yaitu ruang diantara gusi, gigi, bibir dan pipi.
2. Bagian rongga mulut ( bagian ) dalam yaitu rongga yang dibatasi sisinya oleh tulang maksilaaris, palatum dan mandibularis di sebelah belakang bersambung dengan faring.
Selaput lender mulut ditutupi ephitelium yang ber lapis-lapis , dibawahnya terletak kelenjar-kelenjar halus yang mengeluarkan lendir, selaputini kaya akan pembuluh daraah juga memuat banyak ujung saraf asesoris. Di sebelah luar mulut ditutupi oleh kulit dan di sebelah dalam ditutupi oleh selaput lendir mukosa.
• Ada beberapa bagian yang perlu diketahui ;
1. Palatum
a) Palatum durum yang tersusun atas tajuk-tajuk palatum dari sebelah depan tulang maksilaris.
b) Palatum mole terletak dibelakang yang merupakan lipatan menggantung yang dapat bergerak, terdiri dari jaringan fibrosa dan selaput lendir.
2. Rongga mulut
a) Bagian gigi terdapat gigi (anterior) tugasnya memotong yang sangat kuat dan gigi osterior tugasnya menggiling.
Pada umumnya otot-otot pengunyah di persarafi oleh cabang motorik dari saraf cranial ke 5. Dan proses mengunyah di control oleh nucleus dalam batang otak. Perangsangan formasio retikularis dekat pusat batang otak untuk pengecapan dapat menimbulakan pergerakan mengunyah secara ritmis dan kontinu.
Mengunyah makanan bersifat penting untuk pencernaan semua makanan, terutama untuk sebagian besar buah dan syur-sayuran mentah karena zat ini mempunyai membrane selulosa yang tidak dapat dicerna diantara bagian-bagian zat nutrisi yang harus di uraikan sebelum dapat digunakan.
Manusia memiliki susunan gigi primer dan sekunder ;
• Gigi primer, dimulai dari tuang diantara dua gigi depan yang terdiri dari 2 gigi seri, 1 taring, 3 geraham dan untu total keseluruhan 20 gigi
• Gigi sekunder, terdiri dari 2 gig seri, 1 taring, 2 premoral dan 3 geraham utuk total keseluruhan 32 buah.

Gigi ada 2 macam yaitu :
• Gigi sulung, mulai tumbuh pada anak-anak umur 6-7 bulan
• Gigi tetap (gigi permanen) tumbuh pada umur 6-18 tahun jumlahnya 32 buah
Fungsi gigi adalah dalam proses matrikasi (pengunyahan). Makanan yang masuk kekedalam mulut di potong menjaid bagian-bagian kecil dan bercamput dengan saliva unutk membentuk bolus makanan yang dapat ditelan.
b) Lidah
Indera pengecap terdiri dari kurang lebih 50 sel-sel epitel bebrapa diantaranya disebut sel sustentakular dan yang lainnya di sebut sel pengecap.
Lidah berfungsi untuk menggerakan makan saat dikunyah atau ditelan. Lidah terdiri dari otot serat lintang dan dilapisi selaput lendir. Dibagian pangkal lidah terdapat epiglottis berfungsi untuk menutup jalan nafas pada waktu menelan supaya makanan tidak masuk kejalan nafas.
• Kerja otot dapat di gerakkan 3 bagian ;
 -Radiks lingua = Pangkal lidah
- Dorsum lingua = Punggung lidah
- Apek lingua = Ujung lidah
• Pada lidah terdapat indera peraba dan perasa antara lain ;
- Asin dibagian lateral lidah
- Manis dibagian ujung dan anterior lidah
- Asam, dibagian lateral lidah
- Pahit dibagian belakang lidah

3. Kelenjar ludah
Yaitu kelenjar yang memiliki duktus yaitu duktus duktus wartoni dan duktus stensoni. Kelenjar ini mensekresikan saliva jedalan rongga oral di hasilkan di dalam rongga mulut dipersarafi oleh saraf tak sadar.
a) Kelenjar parotis, letaknya dibawah depan dari telinga diantara proses mastoid kiri dan kanan mandibularis pada duktus stensoni.
b) Kelenjar submaksilaris terletak dibawah fongga mulut bagian belakang, dukts wartoni
c) Kelenjar subliingualis, dibawah selaput lendir, bermuara di dasar rongga mulut.

Fungsi saliva :
- Memudahkan makan utnuk dikunyah oleh gigi dan dibentuk menjado bolus
- Mempertahankan bagian mulut dan lidah agar tetap lembab, sehingga memudahkan lidah bergerak utnuk bericara
- Mengandung ptyalin dan amylase, suatu enzyme yang dapat mengubah zat tepung menjadi maltose polisakarida
- Seperti zat buangan seperti asam urat dan urea serta obat, virus, dan logam, disekresi kedalam saliva
- Sebagai zat anti bakteri dan anti body yang berfungsi untuk memberikan rongga oral dan membantu memelihara kesehatan oral serta mencegah kerusakan gigi.

2.4 MANIFESTASI KLINIS
1.Tampak ada celah pada tekak (uvula), palato lunak, dan keras dan atau foramen incisive
2.Adanya rongga pada hidung
3.Distorsi hidung
4.Teraba aa celah atau terbukanya langit-langit saat diperiksa dengan jari
5.Kesukaran dalam menghisap atau makan
2.5 KLASIFIKASI
Beberapa jenis bibir sumbing :

a. Unilateral incomplete
apabila celah sumbing terjadi hanya disalah satu sisi bibir dan tidak memenjanghingga ke hidung.
 b.Unilteral complete
Apabila celah sumbing terjadi hanya di salah satu bibir dan memanjang hingga kehidung.
 c.Bilateral complete
apabila celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir dan memanjang hingga kehidung.
           
2.6 PATOFISIOLOGI
Kelainan sumbing selain mengenai bibir juga bisa mengenai langit-langit. Berbeda pada kelainan bibir yg terlihat jelas secara estetik, kelainan sumbing langit2 lebih berefek kepada fungsi mulut seperti menelan, makan, minum, dan bicara. Pada kondisi normal, langit2 menutup rongga antara mulut dan hidung. Pada bayi yang langit2nya sumbing barrier ini tidak ada sehingga pada saat menelan bayi bisa tersedak.Kemampuan menghisap bayi juga lemah, sehingga bayi mudah capek pada saat menghisap, keadaan ini menyebabkan intake minum/makanan yg masuk menjadi kurang dan jelas berefek terhadap pertumbuhan dan perkembangannya selain juga mudah terkena infeksi saluran nafas atas karena terbukanya palatum tidak ada batas antara hidung dan mulut, bahkan infeksi bisa menyebar sampai ke telinga.

2.6 PENATALAKSANAAN
Pada bayi yang langit2nya sumbing barrier ini tidak ada sehingga pada saat menelan bayi bisa tersedak.Kemampuan menghisap bayi juga lemah, sehingga bayi mudah capek pada saat menghisap, keadaan ini menyebabkan intake minum/makanan yg masuk menjadi kurang. Untuk membantu keadaan ini biasanya pada saat bayi baru lahir di pasang:
1.  Pemasangan selang Nasogastric tube, adalah selang yang dimasukkan melalui hidung..berfungsi untuk memasukkan susu langsung ke dalam lambung untuk memenuhi intake makanan.
2. Pemasangan Obturator yang terbuat dr bahan akrilik yg elastis, semacam gigi tiruan tapi lebih lunak, jd pembuatannya khusus dan memerlukan pencetakan di mulut bayi. Beberapa ahli beranggarapan obturator menghambat pertumbuhan wajah pasien, tp beberapa menganggap justru mengarahkan. Pada center2 cleft spt Harapan Kita di Jakarta dan Cleft Centre di Bandung, dilakukan pembuatan obturator, karena pasien rajin kontrol sehingga memungkinkan dilakukan penggerindaan oburator tiap satu atau dua minggu sekali kontrol dan tiap beberapa bulan dilakukan pencetakan ulang, dibuatkan yg baru sesuai dg pertumbuhan pasien.
3. Pemberian dot khusus dot khusus, dot ini bisa dibeli di apotik2 besar. Dot ini bentuknya lebih panjang dan lubangnya lebih lebar daripada dot biasa; tujuannya dot yang panjang menutupi lubang di langit2 mulut; susu bisa langsung masuk ke kerongkongan; karena daya hisap bayi yang rendah, maka lubang dibuat sedikit lebih besar.
Operasi, dengan beberapa tahap, sebagai berikut :
1. Penjelasan kepada orangtuanya
2. Umur 3 bulan (rule over ten) : Operasi bibir dan alanasi(hidung), evaluasi telinga.
3. Umur 10-12 bulan : Qperasi palato/celah langit-langit, evaluasi pendengaran dan telinga.
4. Umur 1-4 tahun : Evaluasi bicara, speech theraphist setelah 3 bulan pasca operasi
5. Umur 4 tahun : Dipertimbangkan repalatoraphy atau/dan Pharyngoplasty
6. Umur 6 tahun : Evaluasi gigi dan rahang, evaluasi pendengaran.
7. Umur 9-10 tahun : Alveolar bone graft (penambahan tulang pada celah gusi)
8. Umur 12-13 tahun : Final touch, perbaikan-perbaikan bila diperlukan.
9. Umur 17 tahun : Evaluasi tulang-tulang muka, bila diperlukan advancementosteotomy LeFORTI

2.7 KOMPLIKASI
1.Gangguan bicara dan pendengaran
2.Terjadinya otitis media
3.Asirasi
4.Distress pernafasan
5.Risisko infeksi saluran nafas
6.Pertumbuhan dan perkembangan terhambat
2.8 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.Foto rontgen
2.Pemeriksaan fisik
3.MRI untuk evaluasi abnormal

2.9 PEMERIKSAAN TERAPEUTIK
1.Penatalaksanaan tergantung pada beratnya kecacatan
2.Prioritas pertama adalah pada teknik pemberian nutrisi yang adekuat
3.Mencegah komplikasi
4.Fasilitas pertumbuhan dan perkembangan
5.Pembedahan: pada labio sebelum kecacatan palato; perbaikan dengan pembedahan usia 2-3 hari atua sampai usia beberapa minggu prosthesis intraoral atau ekstraoral untuk mencegah kolaps maxilaris, merangsang pertumbuhan tulang, dan membantu dalam perkembangan bicara dan makan, dapat dilakukan sebelum penbedahan perbaikan.
6.Pembedahan pada palato dilakukan pada waktu 6 bulan dan 2 tahun, tergantung pada derajat kecacatan. Awal fasilitaspenutupan adalah untuk perkembangan bicara.

BAB III
ASKEP TEORITIS

3.1 PENGKAJIAN
1. Identitas klien : Meliputi nama,alamat,umur
2. Keluhan utama : Alasan klien masuk ke rumah sakit
3. Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Kesehatan Dahulu
Mengkaji riwayat kehamilan ibu, apakah ibu pernah mengalami trauma pada kehamilan Trimester I. bagaimana pemenuhan nutrisi ibu saat hamil, obat-obat yang pernah dikonsumsi oleh ibu dan apakah ibu pernah stress saat hamil.
b) Riwayat Kesehatan Sekarang
Mengkaji berat/panjang bayi saat lahir, pola pertumbuhan, pertambahan/penurunan berat badan, riwayat otitis media dan infeksi saluran pernafasan atas.
c) Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat kehamilan, riwayat keturunan, labiopalatoskisis dari keluarga, penyakit sifilis dari orang tua laki-laki.
4. Pemeriksaan Fisik
a) Inspeksi kecacatan pada saat lahir untuk mengidentifikasi karakteristik sumbing.
b) Kaji asupan cairan dan nutrisi bayi
c) Kaji kemampuan hisap, menelan, bernafas.
d) Kaji tanda-tanda infeksi
e) Palpasi dengan menggunakan jari
f) Kaji tingkat nyeri pada bayi
 Pengkajian Keluarga
a) Observasi infeksi bayi dan keluarga
b) Kaji harga diri / mekanisme kuping dari anak/orangtua
c) Kaji reaksi orangtua terhadap operasi yang akan dilakukan
d) Kaji kesiapan orangtua terhadap pemulangan dan kesanggupan mengatur perawatan di rumah.
e) Kaji tingkat pengetahuan keluarga

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh atau tidak efektif dalam pemberiaan ASI b.d ketidaknyamanan menelan atau kesukaran dalam makan sekunder dari kecacatan
2. Resiko aspirasi b.d ketidakmampuan mengeluarkan sekresi sekunder dari palotoskizis
3. Resiko infeksi b.d kecacatan dan atau insisi bedah
4. Kurangnya pengetahuan keluarga b.d teknik pemberian makanan dan perawatan di rumah
5. Nyeri b.d insisi pembedahan
3.3   INTERVENSI
Diagnosa 1:
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh atau tidak efektif dalam pemberiaan ASI b.d ketidaknyamanan menelan atau kesukaran dalam makan sekunder dari kecacatan
1. Kaji kemampuan menghisap dan menelan
2. Gunakan DOT botol yang lunak dan besar atau DOT khusus dengan lubang yang sesuai untuk pemberian minum
3. Tempatkan DOT pada samping bibir mulut bayi dan usahakan lidah mendorong makanan atau minuman ke dalam
4. Berikan posisi tegak lurus atau semi duduk selama makan
5. Tepuk punggung bayi setiap 15 ml sampai 30 ml minuman yang diminum, tapi jangan angkat DOT selama bayi masih menghisap
6.      Berikan makan pada anak sesuai jadwal dan kebutuhan

Diagnosa 2:
Resiko aspirasi b.d ketidakmampuan mengeluarkan sekresi sekunder dari palotoskizis
1. Kaji status pernafasan selama pemberian makan
2. Gunakan Dot agak besar, rangsang hisap dengan sentuhan dot pada bibir
3. Perhatikan posisi bayi saat memberi makan
4. Beri makan perlahan
5. Lakukan penepukan punggung setelah pemberian minum

Diagnosa 3:
Resiko infeksi b.d kecacatan dan atau insisi bedah
1. Berikan posisi yang tepat setelah makan; miring ke kanan, kepala agak sedikit tinggi supaya makanan tertelan dan mencegah aspirasi
2. Kaji tanda-tanda infeksi, termasuk drainase, bau dan demam
3. Lakukan perawatan luka dengan hati-hati dan dengan mempertahankan teknik steril
4. Perhatikan adanya perdarahan, edema.
5. Monitor keutuhan jahitan kulit

Diagnosa 4:
Kurangnya pengetahuan keluarga b.d teknik pemberian makanan dan perawatan di rumah
1. Jelaskan prosedur operasi sebelim dan sesudah operasi
2. Ajarkan pada orang tua tentang perawatan anak di rumah; cara pemberian makan atau minum dengan alat, mencegah infeksi, dan mencegah aspirasi, posisi pada saat pembdrian makan atau minum, lakukan penepukan punggung, bersihkan mulut selelah memberi makan atau minum.

3.4 IMPLEMENTASI
            Setelah rencana keperawatan disusun, selanjutnya dilakukan dalam tindakan yang nyata untuk mengatasi masalah yang dihadapi klien. Tindakan tersebut harus dijelaskan secara terperinci sehingga dapat dengan mudah diterapkan.

3.5 EVALUASI
            Merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan, dimana perawat mampu menilai apakah tujuan dapat tercapai atau tidak.



BAB 1V
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
Labio Palato skisis merupakan suatu kelainan yang dapat terjadi pada daerahmulut, palato skisis (subbing palatum) dan labio skisis (sumbing tulang) untuk menyatu selama perkembangan embrio (Hidayat,Aziz, 2005:21).
 Penyebab terjadinya Labio Palatoskisis terjadi dalam dua faktor yaitu faktor heriditer dan faktor eksternal atau faktor dari luar .
Komplikasi dapat terjadi pada Labio Palatoskisis adalah Gangguan bicara dan pendengaran, Terjadinya otitis media,Asirasi, Distress pernafasan,Risisko infeksi saluran nafas,Pertumbuhan dan perkembangan terhambat,Gangguan pendengaranyang disebabkan oleh atitis media rekureris sekunder akibat disfungsi tuba eustachius,Masalah gigi, dan Perubahan harga diri dan citra tubuh yang dipengaruhi derajatkecacatan dan jaringan paruh.



4.2 SARAN
Dengan adanya makalah ini semoga para pembaca dapat mengambil manfaat dari pengetahuan tentang penyakit Labio Palatoskisis.
Yang lebih khususnya kita sebagaitenaga kesehatan (perawat) harus mampu dan memahami konsep dan segala sesuatudan bagaimana kita merawat dan mengobati pasien dengan penderita LabioPalatoskisis.
Dan bagi masyarakat, semoga dengan adanya makalah ini dapatmengetahui tentang penyakit Labio Palatoskisis (Bibir Sumbing) sehingga dapat ditangani lebih awal.






DAFTAR PUSTAKA
2.      http://ilmukeperawatan4u.blogspot.com/2009/06/askep-labiopalatoskisis_23.html